• rss

“Adat Ngariksa nu Kakandungan” Ritual Masa Kehamilan di Sunda

arsip kula|Kamis, 18 Oktober 2012|22.37
fb tweet g+
Adat Ngariksa nu Kakandungan Ritual Masa Kehamilan di Sunda
Babarik (Foto: detikhot.com)
Dalam sumber aslinya (su.wikipedia.org berbahasa Sunda), artikel ini masih satu bagian dengan postingan arsip kula sebelumnya Istilah di Sunda yang Berhubungan dengan Kehamilan.

Berikut di bawah ini adat ngariksa nu kakandungan, yang telah dialih bahasakan:

--o0o--



Adat ngariksa (menjaga) yang sedang mengandung/hamil di Sunda sangat erat kaitannya dengan sistem kepercayaan orang Sunda, yang mempunyai sifat – menurut Muhtar Lubis dalam Manusia Indonesai – percaya akan tahayul. Maksud adanya adat ngaraksa yang hamil yaitu untuk menjaga yang hamil dari pengaruh mahluk halus serta mengaruh buruk dari kekuatan alam yang mempunyai sifat gaib. Tarekah/usaha untuk menjaganya dilakukan dengan cara, seperti; mengadakan salametan/syukuran atau sidekah mekelan/memberi yang hamil berupa barang-barang yang diyakini mempunyai kekuatan tolak bala atau sebagai ajimat yang bisa memperhatikan dan menjaga supaya yang hamil tidak melanggar larangan/pantrangan leluhur.

Usia kandungan sampai dua bulan biasanya disebut ngadeg atau nyiram. Usia kandungan tiga bulan diadakan salametan/syukuran tilu(tiga) bulanan. Pada umumnya salametan tilu bulanan cukup dengan ngabubur beureum/merah ngabubur bodas /putih yang merupakan inti atau syarat yang harus ada dalam salametan mengikuti adat kebiasaan leluhur/karuhun. Untuk orang berada selain ngabubur beureum ngabubur bodas biasanya membuat/menyediakan juga tumpeng.

Setelah salametan tilu bulanan diadakan kembali syukuran saat usia kandungan 5, 7, 9 bulan. Ada keharusan mengadakan syukuran tiap hitungan ganjil usia kandungan. Pada syukuran yang kedua mengadakan hajat bangsal. Bangsal yang ditempatkan di bokor serta bagian atasnya ditutup daun waluh/labu. Maksud kata bangsal secara metonomis mirip dengan kata bengsal (sial). Sedangkan kata waluh secara metonomis menyerupai/mendekati pada kata waluya. Jadi maksud utama mengadakan hajat bangsal yaitu menghilangkan segala kesialan dan diganti dengan kawaluyaan.

Syukuran ketiga dilaksanakan waktu kandungan tujuh bulan, merupakan syukuran paling besar diantara keempat syukuran. Syukuran ini biasa disebut tingkeban atau babarik (Ciamis), babarit (Majalengka). Setelah tingkeban urusan menjaga yang hamil jadi tanggung jawab paraji/dukun anak. Tingkeban merupakan syukuran kehamilan paling meriah (pangceuyahna) dari upacara-upacara lainnya, karena banyaknya proses upacara dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi. Waktu usia kandungan sembilan bulan dilaksanakan lagi syukuran yang keempat. Syukuran ini disebut lolos dan sedekah lampu. Lolos (makanan yang terbuat dari tepung beras, gula dan santan yang dibungkus daun pisang) supaya waktu melahirkan, bayi keluarnya lancar dan selamat, sedangkan lampu memiliki maksud supaya bayi dilahirkan mempunyai hati yang terang. Biasanya menggunakan lampu cempor/damar atau lampu tempel.

Tak kurang dari 31 pantrangan/larangan untuk yang hamil, diantaranya; tidak boleh tidur tak berbantal sebab bisa jadi masalah waktu melahirkan; tidak boleh duduk di lawang panto/pintu sebab bisa-bisa sulit melahirkan (biasanya disebut ngalong); tidak boleh makan rebusan telur sebab nanti anaknya bisa-bisa bisulan di kepala; tidak boleh makan nanas sebab bisa-bisa anaknya korengan; tidak boleh mencicipi sop/sayur/angeun langsung di sendok sebab bisa-bisa anaknya jelek; dan sebagainya.

Selain pantrangan/larangan untuk yang hamil (pihak wanita), ada juga pantrangan/larangan buat suaminya, diantaranya; tidak boleh menyembelih binatang, tidak boleh menyiksa binatang; tidak boleh memancing; tidak boleh adu ayam, tidak boleh adu domba, dan sebagainya. Dan juga orang lain pun tidak boleh menyinggung perasaan yang sedang hamil. Kalau suami istri terpaksa harus mengerjakan sesuatu yang dilarang/pantrang, harus mengucapkan seperti ini “utun inji hayu urang motongan hayam, tapi kale ulah saptotongna lamun lain potonganana” (*utun inji ayo kita potong ayam, tapi hati-hati jangan asal potong)

--o0o--
* Biasanya bayi yang masih dalam kandungan disebut utun inji.

Seperti itulah ritual masa kehamilan yang ada di tatar Sunda. Hasil alih bahasanya mungkin jauh dari sempurna. Tapi kenapa saya keukeuh peuteukeuh penterjemahkannya, sekalipun bukan tukangnyah. Pertama, kalo masih pake bahasa Sunda, takutnya sobat yang sempat berkunjung tak paham maksudnya (siga cina dipangwayangkeun). Seperti postingan dongeng Sunda, tak sedikit yang kurang paham. Tapi biarkanlah itu hanya untuk para orang tua (bapa jeung ema) Sunda ngantar anaknya keperaduan. Kedua, maksudnya inih mah biar kelihatan lebih beragam sajah tentang artikel kasundaan. (begitulah kira-kira teori pembenarannya, jangan ada yang protes atuh yah! …sayah mah ngan saukur ngiring jabung tumalapung …hehehe..)